Ada beberapa ungkapan bahasa Arab, yang tidak bisa kita terjemahkan secara harfiah. Anda baru bisa menerjemahkan ungkapan tersebut dengan sempurna, jika Anda mengetahui “sejarah” munculnya ungkapan tersebut sekaligus mengetahui konteks kalimat.
Baiklah, kami sebutkan salah satu contoh ungkapan, yaitu:
الصيف ضيعت اللبن
Jika diartikan secara harfiah, ungkapan di atas menjadi “Di musim panas, Engkau telah menyia-nyikan susu”
– ضيعت اللبن : musim panas
– ضيعت : engkau (wahai wanita) telah menyia-nyiakan
– اللبن : susu
Nah, apakah Anda dapat menangkap maksud ungkapan di atas? Kalau iya, wawww masya Allah jenius sekali Anda… Kalau tidak, itu wajar.
Nah, mari kita simak “sejarah” munculnya ungkapan tersebut.
Dulu di jazirah Arab, ada seorang gadis menikah dengan laki-laki tua, tetapi ia memiliki banyak binatang ternak; unta dan domba, serta susu dari perahan ternah tersebut. Akan tetapi, si gadis ternyata tak bisa merasakan cinta sehingga meminta perceraian.
Si laki-laki tua pun mengabulkan permintaan cerai istrinya itu.
Setelah itu, si wanita tersebut menikah dengan seorang pemuda, tetapi miskin, tidak memiliki binatang ternak dan susu. Kehidupan si wanita menjadi terasa serba kekurangan.
Suatu hari binatang-binatang ternak milik suami lamanya melewati jalan dekat tempat tinggal si wanita. Akhirnya, ia menemui suami lamanya tersebut dan meminta segelas susu.
Akan tetapi, sang mantan suami menolaknya, sambil berkata:
الصيف ضيعت اللبن
“Di musim panas, Engkau telah menyia-nyiakan susu”
Maksudnya, di musim panas yang lalu, kamu masih bersamaku, dan kau bisa minum susu sepuasmu. Akan tetapi, kamu menyia-nyiakan kesempatan itu dengan meminta cerai. Lalu, setelah kau merasakan penderitaan setelah bercerai denganku, kau meminta susu dariku? Tidak.
*) Nah, paham kan “sejarah” dan konteks ungkapan di atas? Lalu, kira-kira terjemah apa yang tepat?
Jawab: Barangkali, terjemah yang tepat adalah seperti ungkapan peribahasa kita:
“Berharap murai yang terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan.”